Nunukan, benang.id – Sengketa tanah gereja di Desa Apas yang berlarut-larut sejak 2023 mendorong ratusan umat Katolik dari 11 stasi Paroki Santo Yoseph Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), pada Kamis pagi (21/8/2025), turun ke jalan menggelar aksi damai menuntut penyelesaian.
Massa datang dari berbagai desa sambil membentangkan spanduk bertuliskan “Selamatkan Tanah Gereja Katolik”, “Usut Tuntas Sertifikat Yohana”, hingga “Tanah Gereja Milik Umat, Bukan Fitnah”.
Aksi dipimpin Nicolaus Ogel Wator, koordinator lapangan asal Desa Kekayap. Ia menegaskan, umat Katolik menolak praktik mafia tanah dan mendesak pemerintah daerah serta aparat penegak hukum bertindak tegas.
“Sejak 2023 kasus ini sudah kami laporkan untuk dimediasi, tetapi keadilan tak kunjung datang. Yang kami pertanyakan, bagaimana mungkin sertifikat atas nama pribadi bisa terbit ketika tanah masih bersengketa?,” kata Nicolaus, dalam keterangannya kepada media.

Menurutnya, lahan dengan luas sekira 3 hektar itu sudah lama menjadi tanah Gereja, bahkan memiliki Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) yang ditandatangani pemerintah desa dan camat sejak 2004.
Mediasi demi mediasi sudah ditempuh di tingkat Desa Apas, Kantor Camat Sebuku, hingga Polsek Sebuku pada 2023, namun selalu buntu. Puncaknya, pada Desember 2023 umat baru mengetahui sertifikat atas nama seorang warga bernama Yohana telah terbit sejak September 2023.
“Ini yang janggal. Bagaimana mungkin di tengah status sengketa, tiba-tiba sertifikat bisa lahir? Maka wajar jika kami menduga ada praktik mafia tanah yang bermain,” tegas Nicolaus, dan menambahkan, pihak Yohana sempat berjanji membawa perkara ini ke pengadilan, namun tidak pernah diwujudkan.

Akhirnya, pada Maret 2024 Gereja Katolik Paroki Santo Yoseph Sebuku melaporkan kasus ini ke Polres Nunukan. Saat ini perkara sedang bergulir di Pengadilan Negeri Nunukan.
“Tanah Gereja adalah tanah umat, tempat beribadah dan membangun persaudaraan. Gereja tidak pernah merampas tanah siapa pun,” tambahnya.
Dalam aksi damai tersebut, mereka membacakan petisi bersama umat Katolik yang menuntut lima hal berikut:
1. Penegakan hukum yang adil dan transparan atas penerbitan sertifikat tanah yang masih sengketa;
2. Pemerintah dan kepolisian mengusut dugaan praktik mafia tanah di Sebuku dan Tulin Onsoi;
3. Transparansi proses hukum tanpa intervensi;
4. Perlindungan hukum nyata bagi umat dan pemuka agama Katolik;
5. Penyelesaian konflik tanah gereja secara adil.

Nicolaus mengingatkan, aksi damai kali ini adalah peringatan awal. Jika tuntutan tidak diindahkan, umat siap turun lebih besar di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nunukan dan Pengadilan Negeri Nunukan. “Kami berharap Bupati Nunukan, aparat penegak hukum, dan lembaga peradilan mendengar suara ini. Jangan biarkan mafia tanah merampas tanah gereja. Selesaikan dengan hukum yang benar,” ucapnya.
Aksi massa sekira 200 umat ini berlangsung tertib dengan pengawalan aparat kepolisian, TNI, Satpol PP, serta pemerintah kecamatan Sebuku-Tulin Onsoi.
Sekadar diketahui, Kamis pagi dijadwalkan sidang pertama dengan menghadirkan Penggugat dari Gereja Katolik Paroki Santo Yoseph Sebuku, Pastor Yovi MSC dengan kuasa hukumnya Theodorus. Hadir juga Turut Tergugat dari BPN Nunukan.
Sementara itu, pihak Tergugat atas nama Yohana dikabarkan tidak hadir sehingga sidang dengan agenda pemeriksaan berkas para pihak diundur ke tanggal 28 Agustus 2025. “Sesuai jadwal sidang ya pagi tadi. Tapi karena tergugat tidak hadir makanya sidang ditunda minggu depan tanggal 28 Agustus 2025,” ungkap Theodorus. (*/GK)