Jakarta, benang.id – Sebagai mother of all industries, industri baja menjadi faktor esensial dalam perkembangan industri konstruksi dan manufaktur. Di Indonesia sendiri, industri baja turut memainkan peranan penting mengingat saat ini sedang dilakukan pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur secara masif. Dalam mendukung masifnya pembangunan infrastruktur dan industri manufaktur, ketahanan dan utilisasi baja nasional serta perlindungan konsumen terkait produk baja perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu, tata kelola pengendalian impor baja menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan ketahanan dan kemandirian industri baja nasional.
Demikian kesimpulan Focus Group Discussion (FGD) Forum Wartawan Kementerian PUPR (Forwapu) yang mengusung tema “Kaleidoskop Ketahanan Industri Industri Baja Nasional Dalam Mendukung Pembangunan Infrastruktur (Review 2022 dan Proyeksi 2023)” Kamis (8/12/2022) di Jakarta.
Hadir dalam FGD tersebut Direktur Keberlanjutan Konstruksi, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Ir Kimron Manik MSc, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Dr Rizal Halim, Anggota Komisi VI DPR RI Dr Ir HE Herman Khaeron MSi, serta hadir secara daring Koordinator Subdit Industri Logam Besi, Rizky Aditya.
“Kapasitas industri nasional sangat berlebih (excess capacity), namun utilitas produksi baja konstruksi dalam negeri menjadi tidak optimal disebabkan banyak penggunaan baja konstruksi impor, baik berupa bahan baku maupun produk jadi dengan harga lebih kompetitif karena praktik unfair trading/dumping yang dilakukan negara-negara exporter,” tutur Kimron Manik.
Menurut dia, berdasarkan data Kementerian PUPR kapasitas produksi total tahun 2021 sebesar 20,97 juta ton dengan tingkat utilisasi kapasitas produksi rata-rata tahun 2021 sebesar 55,26% dan pasokan baja nasional tahun 2021 sebesar 11,59 juta ton. Sementara itu, konsumsi atau demand baja nasional sendiri mencapai 15,46 juta ton, 78% diantaranya untuk sektor konstruksi.
“Guna mendorong pengembangan industri hulu, intermediate dan hilir logam, serta memberikan perlindungan terhadap konsumen di dalam negeri, Kementerian Perindustrian telah menerapkan 29 SNI secara Wajib untuk produk Logam, dan 23 diantaranya adalah produk baja dengan rincian: 4 SNI baja batangan, 4 SNI baja lembaran, 5 SNI baja profil, 3 SNI baja pratekan, 2 SNI tali kawat baja, 2 SNI pipa dan penyambung pipa baja, dan 3 SNI tabung baja dan kompor LPG,” ujar Rizky Aditya.
Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mengatakan terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi.
“Dukungan pasokan bahan baku baja impor yang tidak maksimal dengan 50% dari industri nasional masih dipenuhi produk luar negeri. Kemudian, industri hulu dalam negeri selama ini hanya fokus dalam mengimpor bahan baku saja, ditambah tingkat utilisasi bahan baku domestik yang rendah. Diketahui bahwa pada tahun 2021 impor mesin & peralatan lainnya mencapai hampir US$ 26 miliar, terjadi peningkatan sebesar 40% dibandingkan tahun 2020. Oleh karenanya, diperlukan komitmen pemerintah untuk menegakkan standar yang tegas dan wajib, khususnya untuk SNI dan implementasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) guna mendorong penggunaan hasil produksi baja domestik yang belum maksimal hingga saat ini. Tidak kalah pentingnya juga, mendukung optimalisasi rencana Kementerian Perindustrian dalam mengimplementasikan roadmap induk pengembangan industri besi dan baja nasional tahun 2015-2035,” katanya.
Ada beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan diantisipasi saat memulai pengerjaan konstruksi. Ketua BPKN Rizal Halim menggarisbawahi beberapa masalah.
“Belum lengkapnya SNI untuk seluruh produk baja ringan, desain, dan konstruksi. Kemudian, minimnya informasi dan pengetahuan konsumen akan produk baja ringan, juga tingginya penggunaan bahan baku baja ringan impor yang jauh lebih murah tetapi kurang terjamin kualitasnya,”jelasnya. Guna menahan gempuran produk impor, Rizal Halim mendorong pemerintah segera mewajibkan SNI untuk profil baja ringan bagi seluruh pelaku industri baja ringan yang berbisnis di Indonesia. “Tidak kalah pentingnya juga mengedukasi konsumen secara terus menerus terhadap pentingnya membeli produk ber-SNI,” tambahnya. (*)