Saturday, September 21, 2024
No menu items!
spot_img
HomeInternasionalTayang di TV Italia, Nyanyian Anak Panti di Hadapan Paus Fransiskus di...

Tayang di TV Italia, Nyanyian Anak Panti di Hadapan Paus Fransiskus di Jakarta, dan Makna Kata Terima Kasih

Jakarta, benang.id – Kemunculan anak-anak panti asuhan saat menyambut kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia, Rabu, 3 September 2024 lalu, menarik perhatian sebuah stasiun televisi Italia, yakni RAI Italia. Televisi ini menayangkan cuplikan singkatnya, dan membahas maknanya melalui seorang pastor asal Indonesia di Roma, Pater Leonardus Mali.

Leonardus Mali, imam diosesan Keuskupan Agung Kupang, meraih gelar doktor dari Universitas Urbaniana, Roma.

Anak-anak dalam tayangan itu berasal dari Panti Asuhan Pondok Si Boncel, Jakarta, yang dikelola oleh Kongregasi Suster-suster Dominikanes (OP). Mereka mengenakan aneka busana khas daerah, berkesempatan berjumpa langsung dengan Sri Paus di Kantor Kedutaan Besar Vatikan untuk Indonesia di Jakarta.

Pemimpin Kongregasi, Sr Elisabeth OP bersama Kepala Panti Asuhan Pondok Si Boncel, Sr. Lusia Kusrini OP, mendampingi anak-anak ini. Bersama mereka juga ikut serta pengungsi dari Myanmar dan Srilanka.

Bersalaman bahkan mendapat pelukan Sri Paus dan menerima hadiah kalung rosario. Kemudian anak-anak panti ini menyanyikan lagu berjudul “Terima Kasih Seribu”. Sebuah lagu rohani yang cukup populer di kalangan umat Katolik Indonesia.

Di antara liriknya berbunyi: Surya bersinar, udara segar, terima kasih…di tepi pantai ombak berderai, terima kasih…”

Sri Paus tampak menikmati suara dan penampilan anak-anak ini. Terlihat dalam tayangan, Sri Paus memberikan gerakan kecil dengan tangannya, seakan-akan menjadi dirigen.

Tayangan singkat ini merangkai sebagian segmen talkshow yang membahas seputaran kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Oseania, dengan tujuan kunjungan pertama di Indonesia. Seorang suster bernama Myriam Castelli, yang memandu talkshow di Televisi RAI Italia itu, tampak terkesan dengan tayangan singkat tersebut.

Dia segera mengarah kepada Leonardus Mali, satu dari dua narasumber dalam talkshow itu.

“Wah, anak-anak ini mengenakan pakaian lokal. Terlihat cerah, meriah. Saya rasa ini ekspresi kegembiraan. Dan Paus Fransiskus tampak gembira yang terpancar dari senyuman. Dari mana datangnya kegembiraan ini? Apakah kegembiraan ini memang sesuatu yang melekat dalam masyarakat Indonesia?,” tanya Suster Myriam Castelli kepada Leonardus Mali.

Juga dengan senyuman, Leonardus Mali berkomentar, begitulah cara anak-anak mengungkapkan perasaan yang gembira. Selain ungkapan itu diperkuat dengan latar seni budaya yang tampak dalam busana khas lokal yang mereka kenakan.

“Mereka mengucapkan kata yang sangat umum di antara mereka dan kita melalui lagu itu, yakni “terima kasih.” Terima kasih artinya grazie dalam bahasa Italia. Secara harfiah, kata terima kasih itu mengandung makna: ‘aku menerima anugerah cintamu.’ Jadi meskipun dalam hidup kita mungkin  kaya ataupun miskin, kita tetap bersyukur, karena kegembiraan tidak pertama-tama berhubungan dengan itu, ” papar Leonardus Mali.

Dia juga menekankan, hal terbesar dalam hidup manusia, tidak selalu berhubungan dengan kekayaan. Begitu pula soal terbesar dalam hidup  bukanlah kemiskinan. Justru hal terbesar adalah hidup itu sendiri.

“Kita harus bersyukur karena ada kehidupan. Hidup itu anugerah yang tidak bergantung pada kita. Dan ini adalah hal paling besar untuk kita. Sejak kecil kami diajarkan untuk bersyukur,” ujar Leonardus Mali.

Energi Positif Ungkapan Terima Kasih

Pater Leonardus Mali, imam diosesan Keuskupan Agung Kupang, tinggal di Roma. Foto: courtesy RAI Italia

Syair lagu “Terima Kasih Seribu” yang dinyanyikan anak-anak panti, memiliki refrain yang sangat indah: Trimakasih seribu (O’ trimakasih seribu) // Pada Tuhan Allahku (O’ pada Tuhan Allahku) // Aku bahagia karna dicinta // terimakasih

Dalam keseharian yang serba cepat, terkadang tergesa-gesa, ungkapan terima kasih seakan menjadi basa-basi atau formalitas. Sering tanpa sadar, makna yang sejati tergerus oleh gegap-gempitanya pergulatan hidup manusia.

Anak-anak panti dalam tayangan itu, memberi peneguhan bahwa ungkapan terima kasih lebih dari sekadar basa-basi. Ada energi positif yang menyertainya, kalau saja setiap orang segera menyadarinya kembali.

Dalam bahasa Jawa, ucapan terima kasih adalah “matur nuwun“. Untuk menekankan makna lebih mendalam, bisa menjadi: “matur sembah nuwun“, sebagai bentuk sopan-santun.

Begitu juga dalam bahasa Italia, ungkapan terima kasih melalui kata “grazie“, menjadi “grazie mille” yang secara harafiah berarti “terima kasih banyak”. Menelusuri kata tersebut: Grazie – gratia – grace, yang berarti anugerah, rahmat.

Kita juga mengenal ungkapan yang sama dalam bebagai bahasa di dunia. Seperti “thank you” dan “thank you very much” dalam bahasa Inggris.

Orang Filipina dalam bahasa Tagalog menyebut “salamat” atau untuk yang lebih mendalam: “maraming, maraming salamat“. Dalam bahasa Mandarin, orang mengungkapkan “xiè xiè” dan untuk lebih mendalam: “xiè xiè nín“.

Ungkapan terima kasih menghadirkan setidaknya dua belah pihak. Pihak pertama adalah yang memberi, sehingga si penerima mengungkapkan rasa syukurnya dengan mengucapkan kata terima kasih. Tidak sekadar berucap, si penerima sebenarnya mengekspresikan kegembiraan, rasa hormat, serta penghargaan atas anugerah dan rahmat dari kemurahan hati dari si pemberi.

Pemberian tidak harus selalu berupa materi. Bisa juga dalam bentuk kehadiran–seperti dalam ministry of presence atau pelayanan kehadiran dalam suasana duka. Dalam bentuk bantuan informasi, ataupun ketika menyudahi perbicangan.

Apa jawaban yang umum atas ungkapan terima kasih? Dalam bahasa Indonesia ada beberapa versi. Dan yang cukup sering digunakan adalah: “terima kasih kembali.” Atau dalam versi singkat, terkadang cukup diucapkan kata: “kembali.”

Dalam ungkapan yang lebih dalam, beberapa orang terbiasa dengan ucapan: “dengan senang hati”, sebagai padanan bahasa Inggris: “my pleasure.” Biasanya kata-kata ini digunakan dalam situasi relatif formal atau dalam lingkungan pendidikan yang mengutamakan pendidikan karakter, seperti di beberapa asrama Katolik.

Sedangkan, dalam bentuk yang lebih “gaul” dan cenderung informal, reaksi atas ungkapan terima kasih biasanya lebih cair. Dalam bahasa Inggris, dikenal ungkapan “don’t mention it“, dan dalam bahasa Indonesia: “sudahlah.”

Jawaban ini diucapkan segera setelah seseorang berterima kasih, yang biasanya disertai dengan gesture tubuh seperti menepuk bahu, berjabat tangan, atau sekadar senyum.

Begitu pentingnya menghidupkan kembali roh dalam ucapan terima kasih, agar manusia semakin mencintai sesamanya. Kian menghargai anugerah yang dia terima, sekecil dan sesederhana apapun.

Bukankah dalam doa sekalipun, kita juga mengungkapkan rasa terima kasih kepada Tuhan, terlepas dari model perkataan apapun? (Severianus Endi)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments