Jakarta, benang.id – Seiring dengan meningkatnya penetrasi pengguna internet di Indonesia, jumlah serangan siber pun terus meningkat. Pada tahun 2022, Indonesia menduduki posisi ke-3 sebagai negara dengan data breach account terbanyak di dunia.
“Sektor keuangan menempati posisi kedua sebagai sektor yang menjadi target serangan siber terbanyak. Meskipun demikian, secara umum dampaknya terhadap kerugian finansial adalah yang paling besar,” ungkap M. Zulkifli Salim, PhD, Deputi Direktur Direktorat Penelitian Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan, OJKdalam sesi diskusi Digital Transformation Indonesia Conference & Expo (DTI-CX 2023) di JIEXPO Convention Centre & Theatre.
Ia menambahkan bahwa hal ini perlu disikapi dengan pembuatan kebijakan ketahanan digital sebagai panduan bagi bank dalam mempersiapkan, menghadapi, dan kembali pulih setelah terjadinya gangguan operasional teknologi atau disrupsi/insiden siber dengan meminimalkan kerugian nasabah, kerusakan reputasi, dan kerugian finansial.
Sebagai sektor yang sangat bergantung pada kepercayaan pelanggan, salah satu upaya perbankan menciptakan ketahanan digital adalah dengan memperhatikan keamanan data. Inilah juga yang tercermin dalam laporan Annual Members Survey 2022/2023 oleh Asosiasi Fintech Indonesia terkait upaya pelaku fintech dalam meningkatkan keamanan siber. Identitas digital yang aman dinilai menjadi satu elemen kunci dalam menghadapi tindak penyalahgunaan data pribadi dan kejahatan siber.
Adrian Anwar, Managing Director VIDA menjelaskan, bank dapat meningkatkan kepercayaan dengan menggunakan teknologi yang mencakup faktor speed, scale, dan secure untuk mengidentifikasi identitas dari pengguna sehingga dapat dipercaya dan mencegah percobaan fraudster yang mencuri identitas.
“VIDA memanfaatkan data kependudukan, teknik pengenalan wajah (biometrik), dan liveness detection berbasis AI dalam meningkatkan akurasi serta memverifikasi identitas yang aman dan kuat untuk mencegah penipuan dan pencurian identitas digital,” ujarnya.
Sebagaimana VIDA berkontribusi pada penguatan keamanan digital perbankan, Dr. Kartina Sury, Senior Fellow, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)menyoroti bagaimana seharusnya seluruh pelaku industri berkontribusi bersama pada pembangunan ketahanan digital.
“Digitalisasi telah mengubah sistem perbankan di Indonesia. Semua pihak perlu bermain di infrastruktur digital yang sama agar dapat menjawab tantangan bersama dalam membangun ketahan digital. Salah satu yang perlu diantisipasi seluruh pihak adalah memastikan terjadinya inklusi dan literasi keuangan digital sehingga tidak ada yang tertinggal,” imbuhnya.
Industri fintech telah meningkatkan inklusi keuangan dengan aksesibilitas yang relatif lebih mudah dibanding layanan keuangan konvensional. Pentingnya inklusi dan literasi keuangan digital pun tercermin dalam peta jalan 25 Tahun Transformasi Digital Indonesia yang memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber daya manusia di tahun 2023-2024.
“Kita bisa sepakati bahwa teknologi berkembang luar biasa, tapi ketika pengembangan sumber daya manusianya tidak siap secara penuh maka sangat ada kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran hukum di bidang transaksi elektronik. Ini karena kelemahan atau kurangnya pemahaman masyarakat terkait dengan digitalisasi,” jelas Baso Saleh M.I.Kom, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo).
Pada akhirnya, dalam menciptakan sebuah ekosistem ketahanan digital yang kuat dan aman, diperlukan sinergi seluruh pelaku industri, regulator, hingga masyarakat agar kepercayaan di dunia perbankan tetap terjaga. (*)