Balikpapan, benang.id – Umat Katolik Keuskupan Agung Samarinda terutama yang berasal dari warga paroki-paroki Kevikepan Pantai menyatakan siap “berdandan“ untuk menyambut warga baru. Hal ini merupakan wujud dukungan terhadap pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Meskipun demikian mereka juga mengantisipasi dampak negatif akibat dari pembangunan IKN termasuk dampak dari migrasi penduduk dan juga munculnya lokalisasi.
Dialog ini mengemuka dalam seminar kebangsaan dengan thema Keterlibatan Gereja Katolik dalam IKN Terkait Pembangunan Karakter Bangsa yang diadakan di Aula Gereja Paroki St. Petrus dan Paulus, Dahor, Balikpapan, Sabtu (5/8/2023).
Dalam seminar ini Tenaga Profesional (Taprof) Bidang Ideologi dari Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro, hadir sebagai pembicara tunggal.
Hadir pula dalam acara tersebut, Rm Priyantoro OMI, Rm Soleman OMI, Rm Thomas Thoang Pr (Grogot), Rm Yonas (Longikis), Rm Tharsi MSF (Prapatan), Rm. Indro (Mangkupalas), Rm Klaudius Pr (Ketua Komisi Kerawam Keuskupan Agung Samarinda) serta beberapa suster yang berasal dari Kongregasi Suster-Suster Amalkasih Darah Mulia (ADM), Fransiskanes St Elisabeth (FSE), dan Carolus Boromeus (CB).
Sementara para peserta lain berjumlah sekitar 140 orang berasal dari daerah Tenggarong, Mangkupalas, Sepinggan, Dahor, Penajam dan Grogot. Mereka merupakan perwakilan dari Dewan Pastoral Paroki (DPP), kelompok kategorial, WKRI, Pemuda Katolik, PMKRI, Vox Point, para politisi dan pengurus partai, pengusaha serta professional.
Dalam penjelasannya, AM Putut Prabantoro menegaskan bahwa pembangunan IKN merupakan keputusan pemerintah melalui UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan disahkan Presiden Joko Widodo pada 15 Februari 2022. Pembangunan IKN bertujuan mewujudkan Simbol Identitas Nasional, Sebagai Kota Berkelanjutan dan sekaligus Penggerak Ekonomi Indonesia di Masa Depan. Oleh karena itu, warga Katolik di Keuskupan Agung Samarinda harus melihat IKN sebagai masa depan generasi muda saat ini yang akan menjadi para pemimpin negara pada tahun 2045.
“Tahun 2045 merupakan momentum bagi generasi muda sekarang. Mungkin kemegahan dan wujud IKN secara nyata tidak akan dialami oleh bapak dan ibu yang hadir di sini. Tetapi IKN menjadi penting bagi anak-anak atau cucu-cucu kita. Merekalah, para siswa SMA atau mahasiswa saat ini yang akan memegang tampuk pimpinan IKN di masa itu,” ujar Putut Prabantoro.
Namun untuk menjadi pemimpin di masa depan, para orang tua harus menyadari, dibutuhkan anak-anak SMA dan mahasiswa yang cerdas sekaligus berkarakter. Pemimpin IKN di masa datang ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai perubahan jaman yang tanda-tandanya sudah dapat dilihat saat sekarang. Para generasi muda harus dibukakan wawasan terhadap tanda-tanda perubahan jaman itu. Masa depan ideologi negara yakni Pancasila akan ditentukan oleh para pemimpin masa depan ini. Dan, para pemimpin masa depan harus meyakini bahwa Pancasila akan menjadi senjata untuk menghadapi berbagai ancaman yang sudah bisa terbaca saat sekarang.
Ditegaskan Taprof Lemhannas tersebut, pada tahun 2045 jaman sudah berubah yang ditandai dengan maraknya kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Para pemimpin masa depan harus memastikan, bahwa nilai-nilai luhur Pancasila tidak terhapus karena hadirnya AI. Robot harus berideologi. Oleh karena itu, ideologi harus berwujud, berbentuk dan berketahanan. Selain itu, perubahan nilai-nilai luhur akan melanda Indonesia dua dekade ini. Perubahan itu secara langsung dipengaruhi oleh perubahan iklim (climate change) yang sudah bisa dilihat di jazirah Arab dan Afrika.
Para siswa SMA dan mahasiswa sekarang, diurai Putut Prabantoro lebih lanjut, harus dibukakan wawasannya tentang ancaman terhadap Indonesia yang berasal dari negara hegemoni yang ingin menguasai kekayaan Indonesia baik air, energy, dan juga pangan. Hal ini mengingat bahwa pada tahun 2050, jumlah penduduk dunia mendekati 10 miliar dan itu artinya dibutuhkan air, energy, dan pangan yang cukup. Negara hegemoni yang langka akan sumber air, energy, dan pangan akan memenuhi kebutuhannya dari negara-negara kaya sumber alam seperti Indonesia.
Diingatkan juga, bahwa untuk mengubah wawasan dan cara berpikir anak muda, langkah pertama dan utama yang harus dilakukan adalah para orang tua dan pendidik harus mengubah cara berpikirnya lebih dulu. Tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana mendidik kaum muda untuk menjadi para pemimpin yang tepat di jamannya dan ini menjadi tanggung jawa para orang tua jaman sekarang. Tinggal 22 tahun yang tersisa untuk mendidik agar Indonesia memiliki para pemimpin yang cerdas dan berkarakter.
Putut Prabantoro menegaskan Kembali, kedatangan warga baru ke IKN secara langsung atau tidak langsung akan menimbulkan gesekan horisontal. Gesekan itu dapat berangkat dari pertentangan nilai antara warga pendatang dan putra daerah, mayoritas-minoritas, budaya, adat, agama dan juga kesempatan kerja. Oleh karenanya tandas Putut, umat Katolik Keuskupan Agung Samarinda harus menjadi motor dan pemelihara Persatuan Indonesia. (*)