Yogyakarta, benang.id – Semua pelaku usaha termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sejak Pandemi Covid-19 sampai saat ini menghadapi tantangan dan cobaan karena anjloknya permintaan pasar.
Demikian dikemukakan Ketua ISEI Cabang Yogyakarta Eko Suwardi dalam Seminar Nasional (Semnas) bertajuk “Penguatan UMKM Menghadapi Volatilitas Perekonomian Global” di Kampus STIM YKPN Yogyakarta, Sabtu (11/2/2023).
Senmas hasil kerja sama ISEI Cabang Yogyakarta dengan STIM YKPN Yogyakarta dan didukung Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, Kafegama DIY, dan Kadin DIY ini menghadirkan narasumber Rifat Pasha (Asisten Deputi Direktur BI DIY), Hermawan Ardiyanto (Wakil Ketua Bidang UMKM Kadin DIY) dan Suparmono (Ketua STIM YKPN).
Bertindak selaku moderator Ronny Sugiantoro (Humas ISEI Cabang Yogyakarta) yang juga wartawan senior. Acara semnas tersebut juga dihadiri Eko Suwardi (ketua ISEI Cabang Yogyakarta), Bogat AR (Ketua Kafegama DIY), Y Sri Susilo (Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta), dan Tim Apriyanto (Pengurus Kadin DIY).
Menurut Eko, meskipun kondisi pandemi sudah membaik perekonomian tahun 2023 ini dimungkinkan terjadi resesi dan inflasi yang tinggi atau dikenal dengan reflasi.
“Berkaitan dengan hal tersebut, maka topik semnas ini sangat relevan dan urgen untuk didiskusikan oleh pelaku UMKM, akademisi, pengambil kebijakan dan pemangku kepentuingan lain,” ujarnya.
Rifat Pasha mengatakan bahwa perekonomian global tahun 2023 diperkirakan akan diupengaruhi oleh variabel politik, ekonomi dan perdagangan.
Menurut Rifat, dampak sekanjutnya adalah akan mempengaruhi tingkat inflasi yang tinggi, naiknya tingkat suku bunga dan perdagangan dunia yang melambat.
“Kondisi tersebut pada gilirannya akan berdampak pada perekonomian Indonesia, termasuk DIY. Pelaku ekonomi, termasuk UMKM, harus menyiapkan diri menghadapi kondisi yang mungkin terjadi tersebut dengan strategi yang adaptif dan fleksibel,” ujarnya.
Berkaitan dengan pengembangan dan penguatan UMKM tersebut, BI mempunyai program yang terdiri dari: (1) korporatisasi UMKM berbasis kluster. (2) Penguatan kapasitas produksi dan usaha, SDSM serta kapasitas pasar. (3) Pengauatan akses pembiayaan. “Salah satu tujuan program tersebut adalah mendorong setiap usaha UMKM naik kelas”, jelas Rifat.
“Semua sepakat bahwa UMKM menghadapi permasalahan dan tuntutan untuk naik kelas”, jelas Hermawan Ardiyanto.
Selanjutnya Hermawan menginformasikan berdasarkan survei BPS (2020) dan Kadin DIY (2021), permasalahan pokok UMKM di DIY terutama pada pemasaran dan permodalan. Di samping itu, agar UMKM “dituntut” untuk tumbuh, kuat dan berkembang agar dapat naik kelas.
Dalam kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian maka UMKM perlu dukungan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) agar tetap mampu kuat bertahan dan tumbuh di masa depan.
Adapun Hermawan mengharapkan pemangku kepentingan (Pemerintah, Dunia Usaha, BI Akademisi dan Media) mampu bersinergi dan berkolaborasi untuk mendukung penguatan UMKM tersebut.
Sedangkan Suparmono menilai, dalam kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan, UMKM dituntut untuk mampu menerapkan strategi yang kreatif dan inovatif agar mampu dan kuat bertahan.
Menurut dia, UMKM dapat menerapkan strategi tersebut jika dilandasi kemampuan yang kuat (necessary condition) dan dukungan seluruh pemangku kepenetingan (sufficient condition). Pemerintah dengan kebijakan dan regulasi dapat menciptakan ekosistem bagi tumbuh kuat bekrembangnya UMKM.
“Pemangku kepentingan lain dapat mensinergikan dan berkolaborasi dengan pemerintah agar terjadi akselerasi pertumbuhan dan penguatan UMKM,” ucapnya.
Acara semnas dengan topik UMKM tersebut diakhiri dengan pemberian cindera mata bagi narasumber dan moderator. Di samping itu, juga dibagikan sejumlah peserta baik yang hadir secara luring maupun daring.
“Untuk diketahui semnas ini dilakukan secara hybrid, sebanyak 40 peserta hadir luring di Kampus STIM YKPN dan 151 secara daring dari berbagai kota di Indonesia”, jelas Y. Sri Susilo selaku Humas Panitia Pelaksana dalam rilisnya kepada media. (*)