Yogyakarta, benang.id – Whani Hari Darmawan adalah seorang aktor yang sudah malang melintang di berbagai pementasan maupun film. Ia juga telah banyak menghasilkan karya tulis yang dibukukan. Sejak 1985 sudah bertekun di dunia akting.
Whani Darmawan telah mencatatkan permainannya di panggung-panggung bergengsi dan juga film. Beberapa film yang menorehkan apresiasi atas seni aktingya antara lain: Drupadi (Riri Riza 2008), Pendekar Tongkat Emas karya sutradara Ifa Isfansyah, 2014), Monolog Diponegoro (Armantono 2018).
Pada tahun 2019 ia mencatat prestasi gemilang dengan menyabet Piala Citra FFI sebagai the best suporting actor melalui film Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho. Ia juga mendapatkan banyak nominasi dari berbagai festival film dalam perannya sebagai Darsam di film Bumi Manusia karya Hanung Bramantyo.
Lama tidak terdengar setelah meraih Piala Citra 2019 itu, “mendadak” Whani Darmawan dikabarkan akan ikut memamerkan lukisan karyanya, dalam pameran bersama pelukis kelompok Parkiran bertajuk 40+ Alive, 16-31 Mei 2022, di studio Perum Parangtritis GrahaYasa I Blok A4 Tarudan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
SEJAK kapan Whani Darmawan mulai melukis? Apa pula hal yang memicu syahwatnya dalam berkarya seni rupa? Ternyata ada sebuah peristiwa yang semula tak pernah dia duga akan memicu energinya menuangkan gagasan estetiknya dalam karya lukis.
Pada suatu ketika, kala itu medio September 2021, ia diundang dalam suatu acara menyambut kehadiran seorang tokoh pers yang juga bekas menteri, Dahlan Iskan. Public space bernama Peace Village, yang dimiliki oleh Yenny Wahid, itu punya kebiasaan merayakan pertemuan dengan membagikan kanvas dan cat kepada para tamu. Tidak peduli sang tamu adalah seorang perupa atau bukan. Semua diajak untuk menggoreskan cat ke dalam lembar kanvas.
Sejak Whani ikut serta dalam reriungan yang meriah itu, ia merasa estetika kesenirupaannya tersentuh dan dibangkitkan.. Kemudian ia bertekun diri dalam mengembangkan hobinya melukis. Ia membuka ruang konsentrasi alias studio di rumahnya, di kawasan Nitiprayan Yogyakarta, bernama Studio Atas Angin karena posisinya berada di lantai dua tempat tinggalnya. Sampai saat ini Whani Darmawan sudah mengantongi sekitar 100 karya lukisan berbagai ukuran dan corak. Terbanyak adalah eksplorasi tinta cina di kertas.
Sebagai seorang aktor, nama Whani Dharmawan prestasinya sudah tidak bisa disangkal lagi. Dunia perfilman Indonesia terus mencatat namanya dalam credit title sebagai aktor andal. Tak bisa dimungkiri, pencapaan itu diraih berkat ketekunannya sejak 1985 di dunia akting.
Selain sebagai aktor, Whani juga telah membuktikan dirinya sebagai seorang penulis. Beberapa karya tulis yang sebagian telah dibukukan, antara lain Aku Merindukan Anakku Menjadi Pembunuh (Galang Press 2001), My Princess Olga , sebuah novel memoar (2005), Nun (2010). Ia juga menulis esai spiritualitas silat Andai Aku Seorang Pesilat (2011), esai motivatif Jurus Hidup Memenangi Pertarungan (2015).
Selain itu ada pula kupulan lakon monolog Sampai Depan Pintu (2017), Suwarna-Suwarni (2018), Luka-Luka Yang Terluka (lakon panggung, bilingual, Dinas Kebudayaan DIY 2018). Dunia Abdi (kumpulan polilog, Garudawaca 2021). Karya skenarionya Kidung, pernah menjadi nominator Festival Film Indonesia (FFI) 2004 yang disutradarai Hanung Bramantyo. Kini sang aktor merambah ruang ekspresi barunya, dari panggung pementasan ke kanvas lukisan. (PR)