Jakarta, benang.id – Prof Yusril Ihza Mahendra menyatakan siap memimpin Tim Pembela Prabowo-Gibran untuk menghadapi berbagai gugatan perdata dan tata usaha negara di Jakarta dan tempat-tempat lain.
Tim yang terdiri atas 14 orang advokat dan diketuai Yusril Ihza Mahendra ini sudah dan sedang bekerja menghadapi gugatan-gugatan tersebut. Tim mendapat kuasa langsung dari paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya permohonan salah satu atau kedua paslon yang kalah dalam Pilpres, Tim Kampanye Nasional (TKN) kini sedang menyiapkan Surat Keputusan Pembentukan Tim Pembelaan khusus untuk sidang di Mahkamah Konstitusi yang terdiri atas Tim Penasihat, Tim Pengarah, dan Tim Pembela.
“Tim Pembela kemungkinan besar akan terdiri 14 advokat yang telah ada yang saya pimpin, tetapi bisa juga ditambah dengan para advokat yang diajukan oleh partai-partai Koalisi Indonesia Maju. Tim ini insya Allah tetap akan saya pimpin,” ujar Yusril, dalam keterangan tulisnya di Jakarta, Senin (19/2/2024).
“Kami mengikuti dengan seksama wacana yang dikembangkan oleh kubu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta kubu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Mereka masih menunggu pengumuman resmi KPU tentang hasil Pilpres, baru dapat memutuskan apakah akan mengajukan permohonan ke MK atau tidak,” tuturnya.
Yusril juga menjelaskan sengketa hasil Pilpres itu sejatinya adalah sengketa antara paslon yang kalah dengan KPU. Obyek sengketanya adalah keputusan KPU tentang perolehan suara masing-masing paslon yang nanti akan dijadikan acuan MPR untuk melantik paslon terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2024-2029.
“Karena itu, posisi Prabowo-Gibran, seandainya dalam keputusan KPU ditetapkan sebagai paslon yang memperoleh suara terbanyak, adalah sebagai ‘pihak terkait’ karena mempunyai kepentingan langsung dengan perkara sengketa hasil Pilpres di MK tersebut,” tegas Yusril.
Dari wacana yang berkembang kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin, nampaknya akan meminta agar MK membatalkan hasil Pilpres dengan mendalilkan adanya pelanggaran TSM (Terstruktur, Sistematik, dan Masif) dan meminta pemilu ulang. Tidak apa-apa mereka mengemukakan petitum seperti itu, asal mereka bisa membuktikannya.
“Kami sebagai pihak terkait tentu akan menghadapi dan membantah dalil-dalil yang mereka ajukan dan mengemukakan argumentasi hukum untuk menyanggah argumentasi mereka. Kami telah bersiap-siap untuk menghadapi sidang MK tersebut,” tutup Yusril. (*)