Malang, benang.id – Perkembangan sektor pariwisata di suatu daerah tidak dapat dilepaskan dengan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur salah satunya jalan tol. Hal inilah yang terjadi di wilayah Malang Raya.
“Harus diakui perkembangan Pariwisaa di Malang Raya terdukung oleh akses jalan tol,” ujar Samsun Hadi, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KpwBI) Malang, dalam diskusi ekonomi pariwisata bertajuk “Studi Komparasi Pariwisata Malang Rayat & DIY” di Hotel Aria Gajayana, Sabtu (20/5/23).
Diskusi yang digelarISEI Cabang Yogyakarta bekerjasama dengan KPwBI DIY, KPwBI Malang, dan ISEI Cabang Malang menghadirkan juga narasumber Budiharto Setyawan (Kepala KpwBI DIY), Wildan Safutri (Ketua ISEI Cabang Yogyakarta), dan Bogat AR (Wakil Ketua ISEI Cabang Yogyakarta), dengan moderator Y Sri Susilo (Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta/Dosen FBE UAJY).
Menurut Samsun, mayoritas wisatawan datang di Kota Batu khususnya di akhir minggu dan musim liburan. Fasilitas pariwisata di Kota Batu, jelas dia, cukup lengkap dari fasilitas akomodasi, restoran dan beberapa tempat tujuan wisata buatan (Jatim Park, Museum Angkut, Museum Topeng. Taman Agrowisata dan sebagainya).
Kota Malang sendiri mendukung wisata kuliner dan pendidikan. Seperti diketahui, kuliner di Kota Malang cukup bervariatif seperti cwie mie, rawon, mendol, bakso, soto dan sebagainya.
Di samping itu, Malang dapat didorong menjadi wisata edukasi karena mempunyai banyak perguruan tinggi. “Pariwisata DIY memang lebih dikenal secara luas dari pariwisata Malang Raya,” ujar Samsun Hadi.
Budiharto Setyawan mengatakan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus mengubah orientasi pariwisata dari mass tourism menuju quality tourism.
“Potensi pariwisata di DIY baik dari wisata seni budaya, wisata cagar budaya, alam dan buatan sangat menunjang untuk mewujudkan wisata yang berkualitas,” tutur dia.
Menurut Budiharto, indikator wisata yang berkualitas ditunjukkan dari lamanya tinggal wisatawan (lenght of stay) dan pengeluaran belanja wisatawan (tourist spending).
Berkaitan dengan hal tersebut maka kebijakan dan strategi pengembangan pariwisata DIY harus mendukung ke arah wisata yang berkualitas bukan sebaliknya.
“Terdapat beberapa kesamaan antara Pariwisata DIY dengan Malang Raya, namun keduanya merupakan komplementer bukan substitusi”, jelas Budiharto.
Sedangkan Wildan Safitri lebih menyoroti soal pendapatan asli daerah (PAD). “Aktivitas pariwisata dan turunannya oleh pemerintah daerah dijadikan salah satu sumber pendapatan asli daerah”, jelas Wildan.
Seperti diketahui, retribusi dan pajak dari kegiatan pariwisata menjadi salah satu penerimaan PAD di Kota Malang dan Kota Batu. Berkaitan dengan hal tersebut maka faktor kenyamanan dan keamanan wisatawan berkunjung ke destinasi wisata menjadi faktor penentu agar target wisatawan baik jumlah, belanja dan lama tinggal dapat tercapai.
Dari aspek ekonomi, aktivitas pariwisata berdampak pengganda signifikan terhadap beberapa sektor antara hotel dan restoran, transportasi, perdagangan, industri khususnya skala kecil-menengah dan komunikasi. Pemerinta daerah harus juga memperhatikan infrastruktur jalan, sehingga transportasi menuju destinasi wisata dapat dilalui dengan nyaman.
Sementara Bogat AR menyebutkan Pariwisata meeting, incentive, conference, and exhibition (MICE) di DIY lebih bekerkembang daripada di Malang Raya.
Menurut Bogat AR, kondisi tersebut tidak terlepas fasilitas MICE di DIY lebih representatif dan lengkap. Pariwisata, jelas dia, mempunyai potensi efek pengganda yang lebih besar.
Dari aktivitas MICE diharapkan mendapat lama tinggal dan belanja wisata yang lebih besar. Berkaitan dengan pariwisata DIY dalam beberapa tahun terakhir menghadapi kendala kemacetan untuk menuju destinasi wisata.
“Ke depan pariwisata di DIY harus berorientasi kepada quality tourism”, jelas Bogat mendukung pernyataan Budiharto Setyawan.
Y Sri Susilo, moderator diskusi yang juga koordinator lapangan kegiatan menambahkan bahwa diskusi dihadiri 15 orang yang merupakan perwakilan dari ISEI Cabang Yogyakarta, KPwBI DIY, KPwBI Malang dan ISEI Cabang Malang. “Untuk melengkapi hasil diskusi juga dilakukan studi komparasi lapangan di Kota Batu, beberapa tempat kuliner dan melaksanakan wisata bersepeda di Kota Malang”, jelas Susilo dalam keterangan tulisnya. (*)