Jakarta, benang.id – Kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) yang telah dicabut sejak 23 Mei 2022 berdampak pada ekspor bulan Juni yaitu naik mencapai 2.334 ribu ton atau 3,4 kali lebih tinggi dari ekspor bulan Mei sebesar 678 ribu ton.
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (11/8/2022).
“Kenaikan ekspor bulan Juni terbesar terjadi pada tujuan Pakistan dari 281 ribu ton menjadi 295,0 ribu ton, tujuan EU-27 dari 177,8 ribu ton menjadi 296,7 ribu ton, tujuan China dari 208,5 ribu ton menjadi 416,2 ribu ton, tujuan India dari 154,5 ribu ton menjadi 212,3 ribu ton dan tujuan Afrika dari 156,6 ribu ton menjadi 199,4 ribu ton,” urai Mukti Sardjono.
Ia menambahkan bahwa konsumsi CPO dalam negeri bulan Juni juga mengalami kenaikan sebesar 225 ribu ton menjadi 1.835 ribu ton. Kenaikan terbesar terjadi pada konsumsi untuk biodiesel yaitu sebesar 130 ribu ton menjadi 720 ribu ton, dan untuk pangan naik 97 ribu ton menjadi 934 ribu ton.
“Produksi CPO bulan Juni mengalami kenaikan sekitar 6% menjadi 3.297 ribu ton sedangkan untuk PKO naik menjadi 322 ribu ton,” katanya.
Kenaikan produksi CPO, lanjut Mukti Sardjono, sejalan dengan produksi tandan buah segar (TBS) kebun yang sebenarnya sedang menaik, tetapi TBS diolah di PKS (Pabrik Kelapa Sawit) belum 100% karena tingkat keterisian tangki PKS masih tinggi.
“Dengan produksi, konsumsi dan ekspor di atas, stok akhir Juni diperkirakan mencapai 6.683 ribu ton, lebih rendah dari stok akhir bulan Mei 2022 sebesar 7.233 ribu ton,” tutur Mukti Sardjono.
Sementara kondisi di pasar global terjadi penurunan harga CPO Cif Rotterdam dari US$ 1.714 pada bulan Mei menjadi US$ 1.573/ton pada bulan Juni (Cif Rotterdam).
Demikian juga, harga rata-rata dalam negeri (lelang KPBN) pada bulan Juni bergerak turun dari sekitar Rp 13.000/kg di awal Juni dan turun menjadi sekitar Rp 8.500/kg di akhir Juni.
“Situasi harga ini mengindikasikan bahwa ekspor bulan Juni belum signifikan mengurangi tingginya stok di dalam negeri, sehingga belum mampu mendorong kenaikan harga CPO dalam negeri,” tutup Mukti Sardjono.