Gunung Kidul, benang.id – Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggandeng PT PLN (Persero) untuk menghadirkan solusi bagi petani dan peternak di Gunung Kidul, khususnya di Kalurahan Gombang dan Karangasem, Kapanewon Ponjong terkait ketersediaan pakan ternak. Selama ini, petani dan peternak di wilayah itu kerap menghadapi persoalan kurangnya pakan tiap musim kemarau.
Bahkan, saat musim kemarau ada istilah “sapi makan sapi”. Tidak jarang masyarakat harus menjual satu di antara ternaknya di mana uang hasil penjualan digunakan untuk membeli pakan untuk ternak lainnya.
“Saat musim kemarau, kami sulit mencari pakan sehingga ada istilah ‘sapi makan sapi’. Warga kami harus merrelakan menjual sapi untuk membeli pakan,” kata Lurah Gombang, Supriyanto saat acara penanaman bibit indigovera, gamal, kaliandra, dan gmelina di wilayahnya, Senin (6/2/2023), seperti dilaporkan G Pintoko WJ dari benang.id.
Penanaman tersebut dilakukan masyarakat di dua kalurahan secara gotong royong. Totalnya ada 50 ribu bibit untuk dua kalurahan tersebut. Masyarakat tampak sangat antusias untuk ikut menanam. Menurut Supriyanto, masyarakat sangat berterimakasih dan akan mendorong serta mengembangkan program tersebut agar warganya tak lagi kekurangan pakan di tiap musim kemarau.
“Warga kami sangat antusias dalam pelaksanaan program ini. Dalam tiga hari, sudah 20 ribu bibit yang ditanam,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, hadir juga Penghageng Panitropuro Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat GKR Condrokirono, RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia, Antonius Aris Sudjatmiko dan Project Manager PLN Energi Management Indonesia, Faqih Mualim.
Antonius menerangkan, penamanan tanaman sumber pakan ternak yang residunya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi baru terbarukan merupakan kegiatan pengembangan ekosistem pembangunan berkelanjutan berbasis keterlibatan masyarakat (Community-base Sustainable Development).
Menurutnya, program di Gunung Kidul merupakan pilot project pengembangan ekosistem pembangunan berkelanjutan untuk konservasi lahan non-produktif dalam bentuk penyediaan pakan ternak. Tujuan utamanya adalah untuk menunjang ketahanan pangan. “Dan kami siap menerima residu tanaman dalam bentuk terabasan rantingnya untuk kemudian diolah menjadi energi terbarukan biomassa dan akan dimanfaatkan untuk cofiring pembangkit batu bara”, jelas Antonius.
Sedangkan GKR Condrokirono dalam sambutannya menyampaikan dukungan Keraton kepada warga di dua kelurahan tersebut. GKR Condrokirono berharap, masyarakat bisa memanfaatkan daun tanaman sebagai pakan ternak dan terabasan ranting-rantingnya sebagai pasokan biomassa.
“Semoga menjadi desa swasembada pangan dan sentra penghasil energi terbarukan”, kata GKR Condrokirono.
Sedangkan Cucu Sri Sultan Hamengkubuwono X yang juga pegiat lingkungan, RM Gustilantika Marrel Suryokusumo menambahkan, program di Gunung Kidul serupa dengan gerakan pembangunan ekonomi lingkungan yang digelutinya beberapa tahun terakhir. Menurutnya, keterlibatan aktif masyarakat dalam pembaungnan ekonomi lingkungan adalah langkah tepat untuk antasi persoalan dan antisipasi krisis.
“Ini merupakan langkah nyata penguatan sosio-kultural masyarakat petani dan peternak. Mereka bisa lebih sejahtera dalam menjalankan profesi di lokasinya masing-masing”, kata Marrel, sapaannya.
Marrel menerangkan, masyarakat adalah subjek dan objek pembangunan. Jika dalam pembangunan selalu mengedepankan peran serta masyarakat, Marrel meyakini, pembangunan tersebut akan terus berkelanjutan. Oleh karena itu, Marrel berharap agar semua stakeholder terkait selalu mendengar, melibatkan, dan mengedepankan masyarakat dalam proses pembangunan.
“Jika masyarakat dilibatkan, apa yang dilakukan akan bisa sustain sehingga diharapkan kesejahteraannya meningkat tanpa mencabut akar sosial dan kultural mereka,” tegas Marrel. (*)