Saturday, April 20, 2024
No menu items!
spot_img
HomeEkonomiDorong Implementasi Migor Kemasan Rakyat, Mendag Zulhas Terbitkan Permendag Nomor 41/2022

Dorong Implementasi Migor Kemasan Rakyat, Mendag Zulhas Terbitkan Permendag Nomor 41/2022

Jakarta, benang.id  —Pemerintah menggulirkan  program Minyak Goreng Kemasan Rakyat (MGKR) dengan  merek  MINYAKITA,  dengan  melibatkan  pelaku  usaha.  Kebijakan  itu  diatur melaluiPeraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 41 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Kemasan Rakyat yang berlaku mulai 8 Juli 2022. Menurut Menteri  Perdagangan  Zulkifli  Hasan, program  MGKR  dengan  MINYAKITA  bertujuan untuk memberikan alternatif   bagi para pelaku usaha dalam mendistribusikan minyak   goreng untuk pemenuhan kebutuhan  pasar  dalam  negeri  (domestic  market  obligation/DMO).

Ia  juga  mengatakan, MINYAKITA sebagai program distribusi DMO harus dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter, atau sama dengan HET minyak goreng curah.“MINYAKITA dalamprogram  Minyak  Goreng  Kemasan  Rakyat  memberi  pelaku  usaha  pilihan  dalam mendistribusikan   minyak   goreng   hasil   DMO.   Minyak   goreng   hasil   DMO   yang   didistribusikan menggunakan merek MINYAKITA harus dijual dengan harga Rp14 ribu per liter,”kata Mendag Zulhas, dalam siaran persnya.

Hal-hal yang diatur dalam Permendag 41 Tahun 2022 yaitu menyangkut harga jual sesuai HET, tempatpendistribusian, bentuk  kemasan,  pemenuhan  izin  edar  dan  standar, serta  insentif  faktor  pengali kemasan bagi pelaku usaha yang menyediakan minyak goreng kemasan MINYAKITA.

“Kami harap dengan semakin banyak pengusaha yang bergabung dalam program MGKR, distribusi minyak goreng hasil DMO akan semakin cepat tersalurkan, yang pada gilirannya akan meningkatkan volume ekspor CPO,”imbuh Mendag Zulhas.

Mendag Zulhas mengatakan, kelebihan MINYAKITA dari segi distribusi adalah dapat didistribusikan di pasar   rakyat,   toko   swalayan,   dan   lokapasar   (marketplace). MGKR   yang   menggunakan   merek MINYAKITA juga dapat dikemas dengan kemasan ukuran 1 liter, 2 liter, dan 5 liter. Kemasan MINYAKITA tersebut  juga  harus  mencantumkan  informasi  HET.  MINYAKITA  dapat  dijual  dalam  bentuk  kemasan bantal (pillow pack), standing pouch, botol, dan jerigen yang tara pangan (food grade).MGKRjuga harus memenuhi izin edar dan Standar Nasional Indonesia (SNI).Selain  itu, pelaku  usaha  yang  mendistribusikan  MGKR  diberikan  insentif  tambahan  berupa  faktor pengali  kemasan  maupun  faktor  pengali  regional  dalam  skema  pemenuhan  DMO.  Faktor  pengali tersebut akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri.

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika saat kunjungan kerja Komisi VII DPR RI di Kawasan Industri Dumai, Riau, Senin (11/7/2022). Foto: kemenperin.go.id

Kemenperin: Aktivitas Industri Pengolahan Sawit Dongkrak Ekonomi Daerah

JAKARTA, Koranmadura.com – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menjalankan kebijakan hilirisasi industri, dengan tujuan antara lain meningkatkan nilai tambah komoditas di dalam negeri yang berujung pada kesejahteraan masyarakat. Sasaran strategis ini terwujud dalam aktivitas industri pengolahan sawit yang kini semakin berkembang di tanah air.

“Industri pengolahan sawit kian berkembang, termasuk yang berada di kawasan industri Dumai. Bahkan, aktivitasnya mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (13/7/2022). 

Dalam kesempatan kunjungan kerja Komisi VII DPR RI di Kawasan Industri Dumai, Riau, Senin lalu, Dirjen Industri Agro mengemukakan, industri pengolahan masih mendominasi dalam sumbangsihnya memacu pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dengan kontribusi sebesar 28,08% pada tahun 2021.

Produk domestik regional bruto (PDRB) provinsi Riau merupakan yang terbesar kedua di Sumatra dan terbesar keenam secara nasional. 

“Artinya, PDRB di Riau ini berbasis pada aktivitas sektor manufaktur. Sementara itu, secara khusus di Kota Dumai, kontribusi sektor industri pengolahan lebih dari 60%,” sebutnya.

Pada tahun 2021, perekonomian Riau tumbuh 3,36% atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 yang mengalami kontraksi 1,13% akibat dampak pandemi Covid-19.

Putu menyampaikan bahwa aktivitas industri pengolahan sawit telah menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi khususnya di luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan wilayah timur Indonesia.

Selain itu, menggerakkan aktivitas produktif kegiatan usaha kebun di sektor industri sawit, khususnya daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdalam).

“Bahkan, multiplier effect dari aktivitas industri pengolahan sawit ini juga, telah menumbuhkan aglomerasi atau kawasan industri baru berbasis sawit seperti di Dumai (Riau), Sei Mangkei dan Kuala Tanjung (Sumatera Utara), Tarjun (Kalimantan Timur), dan Bitung (Sulawesi Utara),” paparnya.

Putu menambahkan, sektor industri pengolahan sawit telah menyerap tenaga kerja langsung tidak kurang dari 5,2 juta orang dan menghidupi hingga 20 juta orang dalam rantai sektor industri ini. Pada tahun 2021, ekspor produk sawit mencapai 40,31 juta ton dengan nilai ekspor US$35,79 miliar, meningkat sebesar 56,63% dari nilai ekspor tahun 2020.

“Dalam kurun 10 tahun, ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat cukup signifikan, dari 20% di tahun 2010 menjadi 80% pada 2020. Hal ini sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 13 Tahun 2010,” ungkapnya. 

Putu menegaskan, hilirisasi industri berbasis kelapa sawit merupakan salah satu keberhasilan dari kebijakan pemerintah yang menetapkan sektor ini sebagai program prioritas nasional.

“Saat ini terdapat 168 jenis produk hilir kelapa sawit yang telah mampu diproduksi oleh industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel FAME. Sementara pada tahun 2011, hanya ada 54 jenis produk hilir kelapa sawit yang kita produksi,” imbuhnya.

Dalam visi hilirisasi tahun 2045, Indonesia menargetkan akan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global. Adapun sejumlah kebijakan yang perlu dijalankan, antara lain peningkatan produktivitas, hilirisasi pada oleofood, oleokimia, dan biofuel. Selain itu, memperkuat ekosistem, tata kelola, dan capacity building.

Direktur Perwilayahan Industri Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan menyatakan, di Provinsi Riau terdapat tiga Kawasan Industri yang telah beroperasi dan memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI), yaitu Kawasan Industri Dumai di Kota Dumai, Kawasan Industri Tenayan di Kota Pekanbaru dan Kawasan Industri Tanjung Buton di Kabupaten Siak. Total ketiganya menempati lahan seluas kurang lebih 640 hektare dan ke depan akan terus bertambah seiring masuknya investasi di Riau.

“Kawasan Industri Dumai (KID) telah berkembang pesat, dan saat ini menjadi motor perekonomian baik di Kota Dumai maupun Provinsi Riau,” ungkapnya.

KID saat ini menempati total lahan seluas 316,74 hektare yang selanjutnya akan dikembangkan hingga 2.448 hektare.

Total realisasi investasi KID saat ini hampir Rp1,3 Triliun dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 2.500 orang. Kelengkapan infrastruktur dasar di dalam KID menjadi daya tarik masuknya investasi, ditambah dengan kedekatan akses jalan tol dan pelabuhan.

“Saat ini, terdapat 12 tenant industri yang telah beroperasi di dalam KID, dengan mayoritas sektor industri pengolahan kelapa sawit,” tandasnya. 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments