Foto-foto: benang.id/Gora Kunjana
Malang, benang.id – Iman tanpa perbuatan mati. Begitu pun toleransi. Jika hanya sebatas ucapan dan teori, toleransi adalah omong kosong dan sia-sia belaka. Toleransi harus diamalkan dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Hal tersebut ditegaskan Romo Damianus Fadjar Tedjo Soekarno Pr kepada benang.id di sela-sela pesta pernikahan Tony Sabriyanto, salah satu anak asuh Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT) dengan Diva Afifatuz Zahro, Kamis (16/11/2023) di Aula Gereja Katolik Maria Diangkat ke Surga, Jl Lely, Malang.
“Toleransi omong kosong kalau cuma sebatas teori. Ini contoh toleransi yang sesungguhnya,” tandas Rm Fadjar merujuk pada pesta nikah anak asuhnya tersebut.
Sejak bertugas di Malang, Rm Fadjar memang aktif dalam kegiatan kemanusiaan di JKJT bahu membahu bersama ketuanya Agustinus Tedja Bawana. JKJT yang berdiri sejak 1996 aktif berkontribusi dalam kegiatan kemanusiaan yang fokus pada pendidikan, kemanusiaan, dan nutrisi.
Rm Fadjar yang juga akrab disapa Gus Fadjar karena kedekatannya dengan banyak kyai Nahdlatul Ulama (NU) ini membeberkan betapa pesta pernikahan tersebut merupakan contoh toleransi yang sejati.
“Yang nikah orang Islam tapi pestanya di aula gereja Katolik. Hiburannya musik gambus yang kental nuansa Islaminya. Yang hadir lintas iman, ada suster ada romo ada juga kyainya,” tutur Gus Fadjar.
Toleransi yang diwujudkan Gus Fadjar pun bukan kaleng-kaleng. Selain menyediakan tempat, Gus Fadjar bahkan ikut membiayai pesta pernikahan anak asuh JKJT laiknya anak sendiri. Beberapa waktu sebelum pesta pernikahan ia mencari dana dengan menjadi pembicara. Ia mengaku bahkan dirinya secara terang-terangan menentukan tarif sebagai pembicara karena untuk biaya pesta permikahan anak asuhnya.
“Saya selama ini jika diundang berbicara tidak pernah minta apalagi menentukan tarif. Tapi kali ini justru saya jelaskan apa adanya. Hasilnya bukan hanya fee bicara bahkan yang hadir dengan sukarela memberikan sumbangan sehingga terkumpul Rp21 juta,” ungkap Gus Fadjar sambil tertawa.
Jika berurusan dengan kemanusiaan Rm Fadjar memang tidak pernah tangung-tanggung membela. Ia akan pertaruhkan seluruh tenaga, pikiran, bahkan uang.
Ia lantas bercerita bagaimana tabungannya yang ia kumpulkan sedikit demi sedikit bila diminta menjadi pembicara sepanjang 24 tahun sebagai imam.
“Saya beri tahu nih, 24 tahun tabungan saya sebetulnya saya persiapkan untuk pesta nanti kalau saya ultah 25 tahun imamat. Tapi begitu berkaitan dengan kemanusiaan uang saya dipakai, ya sudah saya ikhlaskan,” katanya.
“Setiap saya memberikan materi atau jadi pembicara kan dapat duit dan itu saya kumpulkan sedikit demi sedikit. Itu Tedja saksinya untuk keperluan kemanusiaan dia butuh duit saya kasih salah satu amplop, dia bilang kok masih ada stempel KWI-nya,” ujarnya sambil terkekeh.
Sangat tergerak dalam kegiatan kemanusiaan membuat Rm Fadjar memilih bidang layanan yang tidak ada dalam pastoral gereja. “Ya seperti yang saya lakukan sekarang ini. Dengan peristiwa hari ini (perkawinan anak asuh JKJT di aula gereja), saya ingin menunjukkan ini lho yang saya perjuangkan,” kata pastur yang masih merasa belum berhasil menjadi pemimpin spiritual.
“Meski puluhan tahun jadi imam, saya merasa masih belum menjadi pemimpin spiritual, pemimpin ritual iya,” pungkasnya. (*)