Karo, benang.id – Di tengah suasana libur Lebaran Sabtu (13/4/2024), Presiden Joko Widodo mengunjungi Pasar Buah Berastagi di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatra Utara. Pasar bersejarah dan pusat kehidupan ekonomi para petani lokal ini menjadi makin ramai dengan kehadiran orang nomor satu di Indonesia.
Dengan luas pasar satu hektare, Pasar Buah Berastagi bukan sekadar tempat transaksi jual beli, tetapi juga simbol dari kekayaan budaya dan agraris Tanah Karo. Berbagai hasil bumi seperti kentang merah, jeruk, mangga, dan salak tak hanya dijual namun juga mewakili kehidupan para petani yang telah memelihara tanah ini dari generasi ke generasi.
Presiden Jokowi tidak ragu terjun langsung ke dalam keramaian, memilih dan membeli buah-buahan segar produksi lokal yang dijajakan para penjual setibanya di pasar tersebut. Terlihat, Presiden Jokowi membeli jeruk sebanyak lima kilogram, selanjutnya mangga, salak, dan kentang merah masing-masing sebanyak dua kilogram.
Marlina Kataren, pedagang jeruk, menyatakan kegembiraannya atas kehadiran Kepala Negara. Baginya, pembelian dari Presiden Jokowi bukan sekadar transaksi ekonomi, melainkan juga simbol harapan agar dagangan para pedagang buah di pasar tersebut makin laris.
“Alhamdulillah, senang sekali Bapak Negara hadir. Seperti mimpi ini, semoga dengan datangnya Bapak Jokowi, jualan kami makin laris,” ucap Marlina, seperti dilansir presidenri.go.id.
Lilis Sembiring, pedagang jeruk lainnya, menceritakan bahwa pertemuannya dengan Presiden Jokowi adalah hal yang emosional baginya. “Wah, tadi saya sempat melihat Pak Jokowi, air matanya langsung mau keluar… Saya sangat senang hati Pak Jokowi boleh hadir di sini.”
Kunjungan Presiden tidak hanya meninggalkan kesan emosional yang mendalam bagi para pedagang, tetapi juga mengirimkan pesan kuat tentang pentingnya mendukung sektor pertanian lokal. Dengan sekitar 70% penduduk Kabupaten Karo bekerja pada sektor pertanian, pasar ini juga menjadi simbol kekuatan dan ketahanan komunitas lokal. (*)
Diplomasi menjual Bahasa Indonesia lebih intensif dan ekstensif dapat dilakukan melalui masyarakat asal Indonesia di berbagai penjuru Pasifik. Buku² yang berbahasa Indonesia yang mudah, jangan yang rumit² dapat lebih diperbanyak, bahan² cerita rakyat banyak sekali, dan buku² demikian juga dibutuhkan di dalam negeri sendiri bagi masyarakat diberbagai pelosok dan penjuru Indonesia. Jaman Pujangga Baru harus diupayakan muncul kembali. Dikti sangat memegang peranan penting dalam hal ini.