Thursday, March 28, 2024
No menu items!
spot_img
HomeInternasionalAM Putut Prabantoro: Saya dari Indonesia

AM Putut Prabantoro: Saya dari Indonesia

ROMA – Rabu, 28 Oktober 2015, Roma hujan deras. Di seputaran Lapangan Basilica St. Petrus, para penjual payung bergegas memanfaatkan kondisi hujan untuk meraup uang sebanyak-banyaknya. Berbagai macam payung dengan harga yang bervariasi ditawarkan oleh penjual.

Suka atau tidak, payung dibutuhkan pada saat itu jika tubuh tidak ingin basah kuyub. Di Italia tidak ada pawang, sehingga hujan tetap dibiarkan turun di mana saja, ia mau turun. Namun, hujan, dingin, basah dan antri tidak dapat menghentikan ratusan ribu peziarah yang telah menyemut di Lapangan Basilica St. Petrus. Peserta konferensi Nostra Aetate adalah bagian dari peserta audiensi yang ikut antrian panjang.

“Bersyukurlah, mas Hermawi Taslim membeli dengan harga yang sangat murah, 5 euro atau Rp 75.000 untuk dua payung. Meski kecil payungnya, yang paling penting adalah kami tidak kebasahan dalam antrian dan bisa antri dengan tidak resah karena hujan,” ujar Putut Prabantoro.

Kelompok dari peserta konferensi internasional Nostra Aetate mendapat tempat di sebelah kiri podium besar Paus Fransiskus Asisi. Peserta Nostra Aetate berasal dari perwakilan berbagai agama termasuk Islam Sunni, Islam Syiah, berbagai aliran Hindu, Yahudi, agama kepercayaan asli Afrika dan para tokoh pluralisme dunia.

Sementara itu, ratusan ribu peziarah berada di tempat masing-masing di lapangan Basilica St. Petrus atau sekitar seratus meter dari podium Paus Fransiskus.

Salah satu peserta Nostra Aetate dalam audiensi yang mendapatkan “berkah besar” adalah AM Putut Prabantoro yang terpilih duduk di barisan VVIP dalam lingkaran podium Paus Fransiskus. Berkah besar karena mendapat kesempatan bersalaman serta berfoto dengan Paus Fransiskus. Pegiat pluralisme dan nasionalisme itu melukiskan momentum itu sebagai keajaiban yang terjadi dalam hidupnya.

“Peristiwa ini tidak akan pernah terulang dalam hidup – sekali untuk selamanya. Ketika dihampiri Paus, saya langsung menjabat tangan beliau dan memperkenalkan diri, saya Putut berasal dari Indonesia,” ujar Konsultan Komunikasi Publik Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) itu.

Menurut Putut yang pada saat itu mengenakan batik dan blazer, dirinya bingung ingin mengungkapkan dan memilih kata-kata yang tepat untuk melukiskan momentum itu. ia tidak pernah menyangka mendapat berkah yang luar biasa. Kebahagiaan jelas terpampang dari wajahnya.

“Sama sekali tidak pernah menduga. Bahkan pagi itu saya hanya membawa tas kecil untuk tempat HP. Kalau tahu saya mendapat anugerah ini, saya akan menyiapkan banyak hal. Yang hanya saya rasakan adalah seorang malaikat menolong saya dan itu juga ditambah dengan kebaikan hati mas Hermawi Taslim. Ia dengan tulus mendukung saya untuk mengambil undangan warna kuning yang merupakan kartu pas untuk masuk ke wilayah VVIP. Undangan kuning hanya satu dan itu dipilih,” ujarnya.

Menurut Putut, hanya ada kesempatan waktu yang sedikit untuk dapat bersama dengan Paus Fransiskus dan setelahnya orang nomor satu di Vatikan itu akan menyalami tamu VVIP lainnya yang berasal para tokoh agama.

Putut mengaku mendapat giliran bersalaman dengan Paus Fransiskus setelah Dr Abdellah Rdouane – Sekretaris Jenderal dari Pusat Kebudayaan dan Islam Italia dan kemudian setelahnya adalah Lawrence Pr, pastor berusia 77 tahun berasal dari New Jersey, Amerika Serikat.

Menurut rencana, Paus Fransiskus akan hadir ke Indonesia pada tahun 2017 dan pada tahun 2016 akan menghadiri Pertemuan Kaum Muda Internasional di Krakow, Polandia. (*/gor)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments